BeritaInfoJitu,Bangkok– Uni Eropa (EU) mengumumkan dukungan keuangan sebesar € 13 juta kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk inisiatif baru bernama ‘PROTECT’, yang bertujuan memperkuat hak-hak pekerja migran perempuan, anak-anak dan kelompok berisiko di Kamboja, Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Proyek PROTECT yang berdurasi tiga tahun ini akan mempromosikan pekerjaan yang layak dan mengurangi kerentanan mereka yang berisiko dengan menjamin hak-hak kerja, mencegah dan mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, perdagangan orang dan penyelundupan migran.
David Daly, Duta Besar untuk Uni Eropa untuk Thailand mengatakan,”Orang-orang di seluruh dunia dipaksa untuk meninggalkan rumah guna mencari kehidupan yang lebih baik. Sepanjang perjalanan saat transit dan di tujuan mereka, pekerja migran perempuan dan anak-anak dalam risiko yang lebih tinggi. Kami bangga untuk melanjutkan upaya mendukung para mitra PBB kami dalam proyek baru ini yang bertujuan mengatasi fenomena global di tingkat regional. Bersama dengan Thailand dan negara-negara mitra lainnya di kawasan, kami akan memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak, memperkuat tata Kelola migrasi, menangani perdagangan orang dan penyelundupan migran serta mengembangkan jalur hukum bagi kebijakan migran yang berkelanjutan.”
Terdapat 10,6 juta migran di kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), di mana hampir setengahnya adalah perempuan dan 1,3 juta adalah anak-anak. Migran, terutama mereka yang bekerja dengan upah rendah, menghadapi banyak tantangan termasuk eksploitasi kerja, perdagangan orang, kekerasan dan pelecehan. Pekerja migran perempuan cenderung bekerja di sektor informal di mana mereka ditawarkan pekerjaan temporer dengan sedikit atau bahkan tidak mendapatkan perlindungan sosial sama sekali. Anak-anak yang menemani pekerja migran menghadapi risiko tinggi terhadap kekerasan, eksploitasi dan perdagangan orang serta akses layanan perlindungan anak yang kurang memadai.
Proyek ‘PROTECT’ akan dilaksanakan oleh empat badan PBB, yaitu Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), Kantor PBB untuk Narkoba dan Kriminal (UNODC), dan Dana Anak-anak PBB (UNICEF).
Lembaga-lembaga tersebut akan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan di empat negara Asia Tenggara untuk memperkuat undang-undang dan kebijakan, meningkatkan kapasitas dan mekanisme untuk lebih melindungi hak-hak kelompok sasaran dan meningkatkan akses terhadap informasi dan layanan.
Mengingat pentingnya proyek baru ini bagi kawasan, Chihoko Asada-Miyakawa, Asisten Direktur Jenderal ILO dan Direktur Regional ILO untuk Asia dan Pasifik menyatakan,“Migrasi kerja merupakan pendorong pembangunan ekonomi dan sosial di negara asal dan tujuan, memberikan manfaat bagi pekerja migran, komunitas dan pemberi kerja. Kebijakan dan pendekatan tata kelola migrasi harus responsif gender, lebih inklusif dan sejalan dengan standar ketenagakerjaan internasional apabila kita ingin memberikan perlindungan dan akses terhadap pekerjaan yang layak bagi pekerja migran, yang sangat penting bagi keadilan sosial.”
“Mengatasi permasalahan kekerasan dan pelecehan yang marak terhadap pekerja migran perempuan di Asia Tenggara merupakan keharusan. Melalui program bersama ini, kita akan terus memperjuangkan hak, keselamatan, dan martabat mereka guna mewujudkan masa depan di mana semua migran perempuan dapat hidup dan bekerja dengan terbebas dari rasa takut dan eksploitasi,” kata Alia El-Yassir, Direktur Regional UN Women untuk Asia dan Pasifik.
“Anak-anak yang berpindah akan sangat rentan, terutama dalam konteks migrasi kerja,” ujar Debora Comini, Direktur Regional UNICEF untuk Asia Timur dan Pasifik. “Mereka berisiko mengalami eksploitasi, pelecehan dan kekerasan; mereka kehilangan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Kebijakan dan praktik migrasi harus peka terhadap anak dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan terbaik setiap anak, apa pun status migrasi mereka.”
“Untuk memutus siklus eksploitasi dan kekerasan, perlindungan terhadap korban perdagangan orang dan migran yang diselundupkan sebelum dan selama proses peradilan pidana merupakan hal krusial,” kata Masood Karitipour, Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik. “Di bawah proyek baru ini, UNODC akan membangun kerja sama dengan penegak hukum dan keadilan di wilayah tersebut, memastikan bahwa hak-hak korban terus ditegakkan dan pelaku kejahatan diadili.”
Proyek PROTECT, yang berlangsung hingga Desember 2026, merupakan hasil dan pembelajaran dari dua proyek sebelumnya yang didanai UE: Proyek ‘Safe and Fair: Mewujudkan hak dan peluang pekerja migran perempuan di kawasan ASEAN’, yang dilaksanakan oleh ILO dan UN Women, bekerja sama dengan UNODC pada 2018 hingga 2023 dan Proyek ‘Melindungi Anak-anak yang Terkena Dampak Migrasi di Asia Tenggara, Selatan dan Tengah’. (Hs.Foto:ILO)