BeritaInfoJitu, Jakarta – Selaras dengan tujuan dari Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang hadir untuk membantu masyarakat Indonesia agar terlindungi dari risiko biaya pengobatan yang mahal. Banyak dijumpai beragam kisah menyentuh hati dari peserta dirangkum oleh tim jamkesnews.com. Kali ini datang dari keluarga Bapak Rudianto (42) warga Kelurahan Tebet Timur, yang berjuang selama belasan tahun untuk mendampingi putra tunggalnya bertahan dari penyakit kelainan darah bawaan atau disebut talasemia.
“Hati orang tua mana yang tidak pilu mendengar anaknya harus mengidap penyakit kelainan darah ini mas, seperti dunia rasanya runtuh menimpa saya sekeluarga, tapi kami tidak mau larut dalam kesedihan lalu memilih untuk menerima keadaan dan berjuang untuk kesehatan anak. Sejak tahun 2008 waktu program jaminan kesehatan ini masih dikelola PT Askes, hingga sekarang sudah dialihkan jadi BPJS Kesehatan, saya betul-betul menyaksikan dan merasakan manfaatnya, terutama untuk perawatan penyakit anak saya ini,” buka Rudi.
Melanjutkan perbincangan, Rudi sapaan akrabnya ini mengungkapkan bahwa gejala penyakit talasemia baru muncul pada ananda Hazel pada bulan ketiga setelah kelahirannya. Diawali dengan terjadinya kekuningan pada kulit sang anak, yang akhirnya membuat Rudi bersama istri memutuskan untuk mengonsultasikan keluhan tersebut kepada dokter spesialis anak di salah satu rumah sakit bilangan Jakarta.
“Jadi pertama kali kami menemui kejanggalan itu pada usia tiga bulan Hazel, karena sepengetahuan kami berdasarkan informasi dokter, kekuningan pada bayi itu berlangsung sekitar dua sampai tiga minggu saja dan setelahnya stabil. Karena menurut kami kondisi anak kami cukup unik, kami langsung bawa ke rumah sakit, disitu dokter langsung menyarankan agar Hazel menjalani pemeriksaan darah untuk memastikannya. Singkat cerita akhirnya kami diinformasikan pihak rumah sakit bahwa anak kami menderita talasemia mayor,” ujarnya.
Mengutip dari situs informasi kesehatan penderita talasemia mayor memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya, pada anak-anak gejala penyakit ini baru akan terlihat saat usianya menginjak angka 3-18 bulan. Adapun faktor risiko yang paling berperan paling besar terhadap talasemia mayor adalah riwayat penyakit keluarga, yang artinya dapat menurun pada generasi selanjutnya, terutama pada kondisi kedua orang tua memiliki sifat pembawa atau carrier.
“Sejak terdiagnosa menderita talasemia mayor, dokter menjelaskan bahwa pengobatan yang harus ditempuh oleh Hazel adalah transfusi darah rutin secara berkala, serta ada terapi untuk mengurangi kadar zat besi akibat tranfusi, meski dada terasa sesak mendengarnya, kami harus tetap semangat demi kesehatan anak kami kedepan. Dengan bekal status aktif peserta BPJS Kesehatan sedari awal sampai sekarang Hazel sudah berusia 16 tahun, alhamdulillah saya tidak pernah membayar sendiri pengobatannya,” tambah Rudi.
Kemudian dirinya juga tidak keberatan membagikan pandangannya mengenai kualitas pelayanan yang didapatkan sebagai peserta Program JKN, khususnya dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) kelas rawat tiga miliknya. Rudi mengungkapkan layanan yang diterima olehnya dan anak terbilang memuaskan, hal itu terlihat dari sikap petugas baik medis dan non medis yang ramah, fasilitas perawatan sesuai dengan hak kelas rawat tanpa ada pembedaan perlakuan, serta obat-obatan yang diberikan juga tidak pernah dikurangi.
“Jujur secara pelayanan saya bisa bilang merasa puas, terlebih lagi dari sisi penjaminannya, karena dari awal sudah diberitahu bahwa transfusi darah Hazel ini seumur hidup dan harus diresepkan obat khusus tiap dua minggu sekali, alhamdulillah semuanya gratis. Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah khususnya BPJS Kesehatan karena sudah mendampingi perjuangan kami dan memberikan harapan kepada anak saya untuk dapat bertumbuh baik hingga saat ini, sukses selalu BPJS Kesehatan,” tutup Rudi.(Hs.Foto:BPJS Kesehatan Jaksel)