BeritaInfoJitu,Jakarta-Bulan Ramadhan telah memasuki sepuluh malam terkahir. Sebagian umat Islam mulai menghidupkan malam-malam tersebut untuk meraih malam Lailatul Qadar. Lalu bagaimana dengan perempuan yang kedatangan haid di saat-saat seperti ini?
Umat Islam yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan beribadah karena iman maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lampau. Sesuai dengan sabda Rasulullah berikut ini:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Barang siapa beribadah pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.” (HR Al-Bukhari)
Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat 852 H) dalam kitab Fathul Bari menjelaskan makna dari hadits di atas:
وَفِي حَدِيْثِ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَعْنَاهُ مَنْ قَامَهُ وَلَوْ لَمْ يُوَافِقْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ حَصَلَ لَهُ ذَلِكَ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَوَافَقَهَا حَصَلَ لَهُ وَهُوَ جَارٍ عَلَى مَا اخْتَارَهُ مِنْ تَفْسِيرِ الْمُوَافَقَةِ بِالْعِلْمِ بِهَا وَهُوَ الَّذِي يَتَرَجَّحُ فِي نَظَرِيْ
Artinya, “Dalam redaksi hadits tersebut maknanya ialah barang siapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dan tidak menemukan Lailatul Qadar, maka akan tetap mendapatkan pahalanya. Dan barang siapa yang menghidupkan malam ini lantas menemukan Lailatul Qadar, maka juga akan mendapatkan pahala. Inilah kemudian yang berlaku dan dipilih dalam mengartikan maksud ‘mengetahui’ dan yang dipilih menurut pandanganku.” (Ahmad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah), juz IV, halaman 267).
Dapat ditetapkan bahwa banyak sekali yang menginginkan untuk mendapatkan kemuliaan dan keagungan malam Lailatul Qadar, termasuk perempuan yang mengalami haid.
Secara syariat perempuan yang mengalami haid tidak diperbolehkan untuk melakukan ibadah tertentu, akan tetapi ia tetap berpotensi mendapatkan pahala dalam Lailatul Qadar. Bagi perempuan yang mengalami haid lalu berniat untuk mengikuti aturan syariat (dengan tidak melakukan hal yang diharamkan) maka ia sudah mendapatkan pahala. Hal tersebut dipaparkan oleh Syekh bin Salamah Al-Qalyubi (wafat 1069 H) dalam kitabnya berikut ini:
وَتُثَابُ الْحَائِضُ عَلَى تَرْكِ مَا حَرُمَ عَلَيْهَا إذَا قَصَدَتْ امْتِثَالَ الشَّارِعِ فِي تَرْكِهِ
Artinya, “Perempuan haid bisa mendapatkan pahala saat meninggalkan ibadah yang diharamkan baginya, jika dalam haidnya ia berniat mengikuti perintah syariat untuk meninggalkan keharaman.” (Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi, Hasyiyata Qalyubi wa Umairah, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz I, halaman 114)
Imam Ad-Dhahak (wafat 212 H) seorang pakar hadits terkemuka menyampaikan keterangan yang menarik tentang perempuan yang sedang mengalami haid:
قَالَ جُوَيْبِرْ: قُلْتُ لِلْضَّحَاكِ: أَرَأَيْتَ الْنُّفَسَاءَ وَالْحَائِضَ وَالْمُسَافِرَ وَالْنَّائِمَ لَهُمْ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدَرِ نَصِيْبٌ؟ قَالَ: نَعَمْ كُلُّ مَنْ تَقَبَّلَ اللهُ عَمَلُهُ سَيُعْطِيْهِ نَصِيْبُهُ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدَرِ
Artinya, “Jubair berkata: “Aku pernah bertanya kepada Imam Ad-Dhahak, bagaimana pendapatmu mengenai perempuan yang sedang nifas, haid, orang yang tengah bepergian (musafir) dan orang yang tidur, apakah mereka bisa memperoleh bagian dari Lailatul Qadar?” Lantas oleh Imam Ad-Dhahak dijawab: “Ya, mereka masih bisa memperoleh bagian. Setiap orang yang diterima amalnya, maka Allah swt akan memberikan bagiannya dari Lailatul Qadar.” (Ibn Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif, [Beirut: Dar Ibn Hazm], halaman 192)
Pemaparan yang disampaikan oleh Imam Ad-Dhahak tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami nifas, haid, musafir, dan orang yang tertidur tetap mendapatkan Lailatul Qadar. Perempuan yang mengalami haid dapat menghidupkan dan mengisi malam Lailatul Qadar dengan cara yang dipaparkan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani (wafat 1316 H) berikut ini:
وَمَرَاتِبُ إِحْيَائِهَا ثَلاَثَةٌ عُلْيَا وَهِيَ إِحْيَاءُ لَيْلَتِهَا بِالْصَّلَاةِ وَوُسْطَى وَهِيَ إِحْيَاءُ مُعْظَمِهَا بِالْذِّكْرِ وَدُنْيَا وَهِيَ أَنْ يُصَلِّيَ الْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ وَالصُّبْحِ فِيْ جَمَاعَةٍ وَالْعَمَلِ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ فِيْ أَلْفِ شَهْرٍ وَيَنَالُ الْعَامِلُ فَضْلَهَا وَإِنْ لَمْ يَطَّلِعُ عَلَيْهَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ
Artinya, “Tingkatan dalam menghidupkan Lailatul Qadar ada tiga (3). Yang tertinggi adalah menghidupkan Lailatul Qadar dengan melakukan shalat. Sedangkan, tingkatan yang sedang ialah menghidupkan Lailatul Qadar dengan dzikir. Adapun tingkatan terendah ialah dengan melaksanakan shalat Isya dan Subuh secara berjamaah. Melakukan hal tersebut pada malam Lailatul Qadar lebih baik ketimbang malam lainnya selama 1000 bulan, dan orang yang melakukannya akan mendapatkan keutamaan meski tidak menyaksikan Lailatul Qadar menurut pendapat mu’tamad.” (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz I, halaman 198).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa perempuan yang sedang haid masih bisa mendapatkan peluang untuk meraih pahala Lailatul Qadar dengan niat mengikuti aturan syariat, tidak melakukan hal yang diharamkan. Selain itu, mereka juga dapat melakukan ibadah yang lain seperti berdzikir, berdoa dan sebagainya. (Hs.Foto: pinterest)